• Imagen 1 Apa yang kamu pilih:
    - Harapan.
    - Cita-cita. Atau
    - Pilihan Hidup.
  • Imagen 2 Chanans's Lord
    My Blog Partner
  • Imagen 3 PLATO SAY
    Orang yang BIJAKSANA berbicara karena ada sesuatu yang DIBICARAKAN. Orang yang TOLOL berbicara karena ia merasa harus MENGATAKAN sesuatu.
  • Imagen 3 VISIT US
    And Enjoy

Hakikat Guru dan Anak Didik

On 0 komentar

Hakikat Guru

Antara Guru Dengan Pendidik
Guru juga dapat diistilahkan dengan istilah pendidik, yaitu orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.

Meskipun istilah guru disamakan dengan istilah pendidik, tetapi antara keduanya memiliki perbedaan. Istilah guru lebih sempit daripada pendidik, istilah guru sering dipakai di lingkungan pendidikan formal, artinya guru adalah orang dewasa yang bertugas mendidik anak didik dalam suatu lembaga formal seperti sekolah, apabila jam sekolah telah berakhir atau anak didik telah lulus dari sekolah tempat dia menimba ilmu istilah guru ada kemungkinan tidak ada lagi atau hilang, sedangkan pendidik dipakai di lingkungan formal, informal maupun nonformal, artinya orang dewasa yang mendidik anak didik di manapun pendidik itu berada tidak dibatasi ruang dan waktu.

Tugas Pendidik
Tugas seorang pendidik adalah sebagai berikut :
  1. Membimbing si terdidik. Mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya.
  2. Menciptakan situasi pendidikan. Situasi pendidikan yaitu suatu keadaan di mana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan dengan hasil yang memuaskan.
Selain apa yang terdapat di atas tugas seorang pendidik atau guru harus memiliki wawasan yang luas di bidang pengetahuan baik pengetahuan umum maupun pengetahuan agama, pengalaman dan lain sebagainya. Seorang pendidik atau guru juga harus sering berintrosfeksi karena seorang pendidik juga manusia yang memiliki sifit-sifat yang tidak sempurna.

Hakikat Anak Didik

Pentingnya Pendidikan Bagi Anak
Anak adalah merupakan amanat yang dipercayakan kepada ibu bapaknya. Hatinya yang masih murni itu merupakan amanat yang sangat berharga, sederhana, dan bersih dari ukiran dan gambaran apapun. Ia dapat menerima setiap ukiran yang digoreskan padanya, dan ia akan condong ke arah mana ia kita condongkan. (Ahmad Sjalabi. 1970 ; 284-285).

Anak bagaikan selembar kertas putih polos yang masih kosong, tergantung orang tuanya ingin menjadikan seperti apa anak tersebut, apabila kita ingin anak tersebut menjadi anak yang baik pastilah harus kita didik dengan baik pula begitu pula sebaliknya. Karena itulah betapa pentinya pendidikan bagi seorang anak.

Anak yang berpendidikan pastilah berbeda tingkah lakunya dengan anak yang tak berpendidikan baik dari segi kognitif, afektif maupun spikomotorik. Oleh karena itu, anak perlu mendapat bimbingan dari orang dewasa agar pola tingkah lakunya berubah, dalam hal ini adalah tugas pendidik atau guru dan pendidik yang pertama dan utama adalah orang tua.
Keharusan adanya pendidikan bagi anak tersebut akan lebih nyata apabila mengamati kemampuan atau perkembangan anak sesudah dilahirkan oleh ibunya sampai mencapai kedewasaannya. Untuk mendapatkan pengetahuan, kecakapan, keaktifan dan kemampuan maka anak perlu mendapatkan pendidikan dan pihak-pihak yang bertanggung jawab atau pendidik.

Menurut Imam Al-Ghazali, anak adalah amanah Allah dan harus dijaga dan dididik untuk mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri kepada Allah. Semua bayi yang dilahirkan ke dunia ini, bagai sebuah mutiara yang belum diukir dan belum berbentuk, tetapi amat bernilai tinggi. Maka kedua orang tuanyalah yang akan mengukir dan membentuknya menjadi mutiara yang berkualitas tinggi dan disenangi semua orang. Maka ketergantungan anak kepada pendidiknya termasuk kepada kedua orang tuanya, tampak sekali. Ketergantungan ini hendaknya dikurangi secara bertahap sampai akil balig.

Dasar-Dasar Kebutuhan Anak untuk Mendapat Pendidikan
Secara kodrati, anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa. Dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak yang hidup di dunia ini. Dalam hal ini, keharusan mendapat pendidikan itu jika diamati lebih jauh sebenarnya mengandung aspek-aspek kepentingan yang antara lain dapar dikemukakan sebagai berikut :
Aspek Paedagogis
Dalam aspek ini, para ahli didik memandang manusia sebagai animal educandum : makhluk yang memerlukan pendidikan. Dalam kenyataannya manusia dapat dikategorikan, sebagai animal, artinya binatang yang dapat dididik. Sedangkan binatang pada umumnya tidak dapat dididik, melainkan hanya dilatih secara dressur. Artinya latihan untuk mengerjakan sesuatu yang sifatnya statis, tidak berubah. Adapun manusia dengan potensi yang dimilikinya dapat dididik dan dikembangkan ke arah yang diciptakan, setaraf dengan kemampuan yang dimilikinya.

Aspek Sosiologis dan Kultural
Menurut ahli sosiologi, pada prinsipnya manusia adalah moscius, yaitu makhluk yang berwatak dan berkemampuan dasar atau yang memiliki insting untuk hidup bermasyarakat.

Apabila manusia sebagai makhluk sosial itu berkembang, maka berarti merupakan makhluk yang berkebudayaan, baik moral maupun material. Di antara satu insting manusia adalah adanya kecenderungan mempertahankan segala apa yang dimilikinya, termasuk kebudayaan. Dan transmisi (pemindahan dan penyaluran serta pengoperan) kebudayaan kepada generasi yang akan menggantikan di masa mendatang.

Aspek Tauhid
Manusia adalah makhluk yang berketuhanan,yang menurut istilah ahli disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut juga homoreligious artinya makhluk yang beragama. Di dalam jiwa terdapat insting yang disebut insting religious atau garizah diniyiah (insting percaya pada agama). ltulah sebabnya, tanpa melalui proses pendidikan insting religious atau garizah diniyah tersebut tidak mungkin dapat berkembang secara wajar. Dengan demikian, pendidikan keagamaan mutlak diperlukan untuk mengembangkan insting relegious atau garizah diniyah tersebut.

Referensi:
  • Drs. H. Hamdani Ihsan, Drs. H. A. Fuad Ihsan. Filsafat Pendidikan Islam. Pustaka Setia. Bandung. 1998.
  • Prof. Dr. Ahmad Sjalabi. Sejarah Pendidikan Islam. Bulan Bintang. Jakarta. 1973.
Read more ...»

Periodesasi Perkembangan Hadits

On 0 komentar

Hadits periode I (Masa Rasulullah SAW)
Semasa rasulullah saw masih hidup, para sahabat dapat bergaul dengan beliau secara bebas. Para shabat bergaul bersama nabi dirumah, di mesjid, di pasar, di jalan, dalam musyafir, dan tempat-tempat lainnya.

Seluruh perbuatan Nabi diucapkan dan tindak tanduk beliau menjadi tumpuan perhatian para sahabat. Segala gerak gerik beliau mereka jadikan pedoman hidup mereka. Para sahabat menerima hadits (syari’at) dari Rasulullah SAW adakalanya secara langsung, yakni mereka langsung mendengar sendiri dari Nabi, baik karena ada sesuatu soal yang diajukan oleh seseorang lalu Nabi Menjawabnya, ataupun Nabi sendiri yang memulai pembicaraannya, tetapi adakalanya mereka menerima secara tidak langsung, yaitu mereka menerima dari sesama sahabat yang telah menerima dari Nabi, atau mereka menyuruh seseorang untuk bertanya kepada Nabi jika mereka sendiri malu bertanya.

Diantara para sahabat yang banyak menerima pelajaran dari Nabi SAW, antara lain :
  1. Yang mula-mula masuk Islam yang disebut “As-Sabiqunal Awwalun”, seperti Khulafaur Rasyidin dan Abdullah ibnu Mas’ud.
  2. Yang selalu berada di samping Nabi dan bersungguh-sungguh menghafalnya, seperti Abu Hurairah, dan yang mencatat seperti Abdullah Amr ibnu Ash.
  3. Yang lama hidupnya sesudah Nabi, sehingga dapat menerima hadits dari sesama sahabat, seperti Anas bin Malik dan Abdullah ibnu Abbas.
  4. Yang erat hubungannya dengan Nabi, yaitu Ummahatul Mu’minin seperti Sayyidatina Aisyah binti Abu Bakar r. a dan Ummu Salamah.
Hadits pada periode II (Masa Khulafaur Rasyidin 10 - 40 H)
Pada waktu khalifah abu bakar, periwayatan hadis belum begitu di perluas. Karena beliau-beliau ini mengerahkan minat umat (shahabat) untuk menyebarkan al-quran dan memerintahkan kepada para shahabat untuk berhati-hati dalam menerima riwayat. Perkembangan hadis dan menyebarkan riwayat yang terjadi pada masa sesudah abu bakar dan umar yaitu pada masa khalifah utsaman dan ali r.a.

Cara sahabat Nabi dalam meriwayatkan hadits pada waktu itu ada dua, yaitu :
  1. Adakalanya dengan lafal asli yakni menurut lafal yang mereka terima dari Nabi SAW.
  2. Adakalanya dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan hanya dengan makna bukan dengan lafal aslinya, karena mereka dengar dari Nabi SAW.
Hadits pada periode III (Masa sahabat kecil dan tabi’in besar)
Sesudah masa Utsman dan Ali timbullah usaha yang lebih sungguh-sungguh untuk mencari dan menghafal hadits. Para sahabat menyebar ke masyarakat luas mengadakan perlawatan-perlawatan guna mencari dan mendapatkan hadits.

Dengan demikian meluasnya daerah terirorial hukum islam , para shahabatpun berpindah-pindah ketempat-tempat itu. Karena kota-kota dimana para shahabat bertempat tinggal merupakan tempat mengajarkan Al-Qur’an dan Al-Hadis, tempat mengeluarkan sarjana-sarjana tabi’in dalam bidang hadis.

Karena kota-kota di mana para sahabat bertempat tinggal merupakan tempat mengajarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits, tempat mengeluarkan sarjana-sarjana tabi’in dalam bidang hadits. Dalam periode ini terkenallah beberapa orang tokoh sahabat yang mendapat julukan “bendaharawan hadits” yakni orang-orang yang meriwayatkan lebih dari 1.000 hadits, di antaranya :
  1. Abu Hurairah, beliau seorang sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits, menurut keterangan ibnu Jauzi dalam “Talqih Fuhumi Ahlil Atsar”, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah sebanyak 5.364 buah, yang terdapat dalam musnad Ahmad bin Hanbal sebanyak 3.848 hadits.
  2. Abdullah ibnu Umar, beliau meriwayatkan 2.630 buah hadits.
  3. Anas bin Malik, beliau meriwayatkan 2.276 hadits, menurut Al-Kirmany sebanyak 2.236 buah.
  4. Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddieq, beliau meriwayatkan 1.660 hadits.
  5. Abdullah ibnu Abbas, beliau meriwayatkan 1.540 hadits.
  6. Abu Sa’id Al-Khudry, beliau meriwayatkan 1.170 hadits.
Pada periode ketiga inilah timbulnya perpecahan dikalangan umat Islam karena soal Khalifah (Pemerintahan/Politik), sehingga terjadinya perang saudara antara Ali cs dengan Muawiyah cs yang membawa banyak korban dikalangan umat Islam.

Dengan terjadinya fitnah ini mengakibatkan terpecahnya umat Islam kepada 3 (tiga) golongan, yaitu :
Pertama : Khawarij, ialah golongan yang menentang Ali dan Muawiyah.
Kedua : Syi’ah, ialah golongan yang sangat fanatik dan bahkan mengkultuskan Ali.
Ketiga : Jumhur, ialah umat Islam yang tidak termasuk golongan I dan golongan II.

Hadits pada periode IV (Abad 11 H = 101 H - 200 H)
Kalau pada periode pertama hijriah, mulai dari zaman Rasul, masa Khalifah empat dan sebagian besar zaman Amawiyah, yakni hingga akhir abad pertama hijriah, hadits-hadits itu berpindah dari mulut kemulut.

Ulama pertama yang menghimpunkan dan membukukan hadits atas instruksi Khalifah ialah Abu Bakar Muhammad ibnu Ubaidillah ibnu Syihab Az-Zuhri, seorang tani’in yang ahli dalam urusan fiqh dan hadits.

Tokoh- tokoh hadits yang muncul pada abad kedua hijrah ini antara lain : Imam Malik, Yahya ibnu Said Al-Qaththan, Waqi’ ibnu Jarrah, Sufyan As-Tsaury, Ibnu Uyainah, Syu’bah ibnu Hajjaj, Abu Hanifah, Asy-syafi’i dan lain- lain.

Hadits pada periode V (Abad 111 H = Masa mentashihkan hadits)
Pada masa ini pembukuan hadits memiliki 3 (tiga) sistem pembukuan, yaitu :
  1. Pengarang menghimpun semua serangan (celaan) yang dilancarkan oleh ulama-ulama kalam kepada pribadi ulama-ulama hadits. Misalnya : si pulan itu dituduh tidak adil atau tidak dlabith jadi tidak dapat diterima haditsnya, atau ditunjukkan kepada hadits-haditsnya sendiri, misalnya dikatakan hadits-hadits itu mengandung khurafat atau bertentangan dengan dalil lain yang labih kuat dan sebagainya. Diantara ulama yang mengarang dengan sistem ini adalah Ibnu Qataibah (w. 234 H) dan Ali bin Al-Madani (w. 234 H).
  2. Pengarang menghimpun hadits secara “Musnad”, yakni menghimpun hadits-hadits Nabi dari tiap-tiap sahabat tanpa memperhatikan masalah-masalahnya (isi haditsnya) dan kualitasnya (shahih, hasan dan dhaif), misalnya semua hadits Nabi yang melalui Aisyah dikelompokkan dengan judul “hadits-hadits Aisyah” meskipun menurut hadits-hadits yang berbeda-beda masalahnya. Diantara kitab-kitab hadits yang disusun dengan cara seperti ini yaitu Musnad Ahmad bin Hanbal (104 - 241 H) dan Musnad Ahmad ibnu Rahawih (161 - 238 H).
  3. Pengarang menghimpun hadits-hadits secara bab perbab seperti kitab fiqh dan tiap-tiap bab memuat hadits-hadits yang sama maudlu’nya (masalahnya), misalnya bab shalat, bab zakat dan sebagainya. Dan dalam hal ini ada dua macam yaitu : Pertama, Hanya menghimpunkan hadits-hadits shahih saja. Kedua, Disamping memuat hadits-hadits shahih juga memuat hadits-hadits hasan dan dhaif.
Hadits pada periode VI (Awal-awal IV H sampai 656 H = Masa tahdzib, istidrak, istikhraj, menyusun jawami, zawaid dan athraf)
Ulama-ulama hadits pada abad kedua dan ketiga disebut “Ulama Mutaqaddimin”, yang mengumpulkan hadits semata-mata berperang. Setelah abad keriga berlalu, bangkitlah pujangga-pujangga abad keempat dan seterusnya yang disebut “Ulama Mutaakhirin”, kebanyakan hadits yang mereka kumpulkan adalah petikan atau kutipan dari kitab-kitab mutaqaddimin itu, sedikit saja dari padanya dikumpulkan dari usaha mencari sendiri kepada para penghafalnya.

Kalau pada abad ketiga seperti Bukhari, Muslim dan Imam-imam lain telah berhasil menghimpun sejumlah hadits-hadits shahih, pada abad keempat para ulama telah berhasil pula mengumpulkan hadits-hadits shahih yang tidak terdapat di dalam kitab-kitab shahih sebelumnya.

Usaha-usaha ulama hadits yang terpenting dalam periode ini ialah :
  1. Mengumpulkan hadits-hadits Bukhari Muslim dalam sebuah kitab.
  2. Mengumpulkan hadits-hadits enam.
  3. Mengumpulkan hadits-hadits yang terdapat dalam berbagai kitab hadits.
  4. Mengumpulkan hadits-hadits hukum dan menyusun kitab-kitab Athraf. Diantara kitab-kitab Athraf ini antara lain :
  • Athrafush-Shahihaini oleh Ibrahim Ad-Dimasqy (400 H).
  • Athrafush-Sunanil Arba’ah oleh Ibnu Asakir Ad-Dimasqy (571 H).
  • Athraful-Kutubis Sittah oleh Muhammad ibnu Tahir Al-Maqdisy (507 H) dan lain sebagainya.
Hadits dalam periode VII (656 H - sekarang)
Setelah kota Baghdad jatuh pada tahun 656 H ke tangan bangsa Tartar, maka pindahlah pemerintahan Abbasiyah ini ke Kairo (Mesir), tetapi khalifahnya hanya sebagai simbol saja. Sementara yang berkuasa pada hakikatnya adalah raja Mesir dari Mamalik. Pada abad VII H, Turki telah dapat menguasai daerah-daerah bagian Barat (Maroko) dan sebagainya.

Islam ketika itu tidak lagi meneliti tentang pribadi-pribadi hadits (sanad), bahkan sanad itu dipelajari atau dibaca sekedar untuk mendapat berkahnya (tabarruk). Kendati demikian keadaannya, namun masih ada beberapa ulama yang sanggup dan berani melawat ke daearah-daerah Islam dan tempat-tempat yang mereka kunjungi, mereka memberikan imla’ul hadits.
Pada masa ini ada tiga daerah yang menjadi perhatian umat Islam tehadap sunnah, yaitu Mesir, India dan Saudi Arabia.

Referensi:
Hanafiah, M. Muhari, M. Pengantar Study Sumber Hukum Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Darussalam Martapura. Banjarmasin. 2007.
Read more ...»

Raden Patah

On 1 komentar

Raden Patah adalah pendiri dan sultan pertama Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1500-1518. Pada masanya Masjid Demak didirikan, dan kemudian ia dimakamkan di sana.

Asal-Usul Raden Patah
Terdapat berbagai versi tentang asal-usul pendiri Kesultanan Demak. Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah adalah putra Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad) dari seorang selir Cina. Karena Ratu Dwarawati sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, Brawijaya terpaksa memberikan selir Cina kepada putra sulungnya, yaitu Arya Damar bupati Palembang. Setelah melahirkan Raden Patah, putri Cina dinikahi Arya Damar, melahirkan Raden Kusen.

Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po Kong, nama panggilan waktu Raden Patah masih muda adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) raja Majapahit (versi Pararaton) dari selir Cina. Kemudian selir Cina diberikan kepada seorang peranakan Cina bernama Swan Liong di Palembang. Dari perkawinan kedua itu lahir Kin San. Kronik Cina ini memberitakan tahun kelahiran Jin Bun adalah 1455. Mungkin Raden Patah lahir saat Bhre Kertabhumi belum menjadi raja (memerintah tahun 1474-1478).

Menurut Purwaka Caruban Nagari, nama asli selir Cina adalah Siu Ban Ci, putri Tan Go Hwat dan Siu Te Yo dari Gresik. Tan Go Hwat merupakan seorang saudagar dan juga ulama bergelar Syaikh Bantong.

Menurut Sejarah Banten, Pendiri Demak bernama Cu Cu, putra mantan perdana menteri Cina yang pindah ke Jawa. Cu Cu mengabdi ke Majapahit dan berjasa menumpas pemberontakan Arya Dilah bupati Palembang. Berita ini cukup aneh karena dalam Babad Tanah Jawi, Arya Dilah adalah nama lain Arya Damar, ayah angkat Raden Patah sendiri. Selanjutnya, atas jasa-jasanya, Cu Cu menjadi menantu raja Majapahit dan dijadikan bupati Demak bergelar Arya Sumangsang.

Menurut Suma Oriental karya Tome Pires, pendiri Demak bernama Pate Rodin, cucu seorang masyarakat kelas rendah di Gresik. Meskipun terdapat berbagai versi, namun terlihat kalau pendiri Kesultanan Demak memiliki hubungan dengan Majapahit, Cina, Gresik, dan Palembang.

Raden Patah Mendirikan Demak
Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden Patah menolak menggantikan Arya Damar menjadi bupati Palembang. Ia kabur ke pulau Jawa ditemani Raden Kusen. Sesampainya di Jawa, keduanya berguru pada Sunan Ampel di Surabaya. Raden Kusen kemudian mengabdi ke Majapahit, sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah membuka hutan Glagahwangi menjadi sebuah pesantren.

Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Brawijaya di Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Patah.

Raden Kusen menghadapkan Raden Patah ke Majapahit. Brawijaya merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.

Menurut kronik Cina, Jin Bun pindah dari Surabaya ke Demak tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477 sebagai bawahan Demak. Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo.

Perang Demak dan Majapahit
Perang antara Demak dan Majapahit diberitakan dalam naskah babad dan serat, terutama Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Dikisahkan, Sunan Ampel melarang Raden Patah memberontak pada Majapahit karena meskipun berbeda agama, Brawijaya tetaplah ayah Raden Patah. Namun sepeninggal Sunan Ampel, Raden Patah tetap menyerang Majapahit. Brawijaya moksa dalam serangan itu. Untuk menetralisasi pengaruh agama lama, Sunan Giri menduduki takhta Majapahit selama 40 hari.

Kronik Cina dari kuil Sam Po Kong juga memberitakan adanya perang antara Jin Bun melawan Kung-ta-bu-mi tahun 1478. Perang terjadi setelah kematian Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel). Jin Bun menggempur ibu kota Majapahit. Kung-ta-bu-mi alias Bhre Kertabhumi ditangkap dan dipindahkan ke Demak secara hormat. Sejak itu, Majapahit menjadi bawahan Demak dengan dipimpin seorang Cina muslim bernama Nyoo Lay Wa sebagai bupati.

Pada tahun 1485 Nyoo Lay Wa mati karena pemberontakan kaum pribumi. Maka, Jin Bun mengangkat seorang pribumi sebagai bupati baru bernama Pa-bu-ta-la, yang juga menantu Kung-ta-bu-mi.

Tokoh Pa-bu-ta-la ini identik dengan Prabu Natha Girindrawardhana alias Dyah Ranawijaya yang menerbitkan prasasti Jiyu tahun 1486 dan mengaku sebagai penguasa Majapahit, Janggala, dan Kadiri.

Selain itu, Dyah Ranawijaya juga mengeluarkan prasasti Petak yang berkisah tentang perang melawan Majapahit. Berita ini melahirkan pendapat kalau Majapahit runtuh tahun 1478 bukan karena serangan Demak, melainkan karena serangan keluarga Girindrawardhana.

Pemerintahan Raden Patah
Apakah Raden Patah pernah menyerang Majapahit atau tidak, yang jelas ia adalah raja pertama Kesultanan Demak. Menurut Babad Tanah Jawi, ia bergelar Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama, sedangkan menurut Serat Pranitiradya, bergelar Sultan Syah Alam Akbar, dan dalam Hikayat Banjar disebut Sultan Surya Alam.

Nama Patah sendiri berasal dari kata al-Fatah, yang artinya "Sang Pembuka", karena ia memang pembuka kerajaan Islam pertama di pulau Jawa. Pada tahun 1479 ia meresmikan Masjid Agung Demak sebagi pusat pemerintahan. Ia juga memperkenalkan pemakaian Salokantara sebagai kitab undang-undang kerajaan. Kepada umat beragama lain, sikap Raden Patah sangat toleran. Kuil Sam Po Kong di Semarang tidak dipaksa kembali menjadi masjid, sebagaimana dulu saat didirikan oleh Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam.

Raden Patah juga tidak mau memerangi umat Hindu dan Buddha sebagaimana wasiat Sunan Ampel, gurunya. Meskipun naskah babad dan serat memberitakan ia menyerang Majapahit, hal itu dilatarbelakangi persaingan politik memperebutkan kekuasaan pulau Jawa, bukan karena sentimen agama. Lagi pula, naskah babad dan serat juga memberitakan kalau pihak Majapahit lebih dulu menyerang Giri Kedaton, sekutu Demak di Gresik.

Tome Pires dalam Suma Oriental memberitakan pada tahun 1507 Pate Rodin alias Raden Patah meresmikan Masjid Agung Demak yang baru diperbaiki. Lalu pada tahun 1512 menantunya yang bernama Pate Unus bupati Jepara menyerang Portugis di Malaka. Tokoh Pate Unus ini identik dengan Yat Sun dalam kronik Cina yang diberitakan menyerang bangsa asing di Moa-lok-sa tahun 1512. Perbedaannya ialah, Pate Unus adalah menantu Pate Rodin, sedangkan Yat Sun adalah putra Jin Bun. Kedua berita, baik dari sumber Portugis ataupun sumber Cina, sama-sama menyebutkan armada Demak hancur dalam pertempuran ini.

Menurut kronik Cina, Jin Bun alias Raden Patah meninggal dunia tahun 1518 dalam usia 63 tahun. Ia digantikan Yat Sun sebagai raja selanjutnya, yang dalam Babad Tanah Jawi bergelar Pangeran Sabrang Lor.

Keturunan Raden Patah
Menurut naskah babad dan serat, Raden Patah memiliki tiga orang istri. Yang pertama adalah putri Sunan Ampel, menjadi permaisuri utama, melahirkan Raden Surya dan Raden Trenggana, yang masing-masing secara berurutan kemudian naik takhta, bergelar Pangeran Sabrang Lor dan Sultan Trenggana.

Istri yang kedua seorang putri dari Randu Sanga, melahirkan Raden Kanduruwan. Raden Kanduruwan ini pada pemerintahan Sultan Trenggana berjasa menaklukkan Sumenep. Istri yang ketiga adalah putri bupati Jipang, melahirkan Raden Kikin dan Ratu Mas Nyawa. Ketika Pangeran Sabrang Lor meninggal tahun 1521, Raden Kikin dan Raden Trenggana bersaing memperebutkan takhta. Raden Kikin akhirnya mati dibunuh putra sulung Raden Trenggana yang bernama Raden Mukmin alias Sunan Prawata, di tepi sungai. Oleh karena itu, Raden Kikin pun dijuluki Pangeran Sekar Seda ing Lepen, artinya bunga yang gugur di sungai.

Kronik Cina hanya menyebutkan dua orang putra Jin Bun saja, yaitu Yat Sun dan Tung-ka-lo, yang masing-masing identik dengan Pangeran Sabrang Lor dan Sultan Trenggana. Suma Oriental menyebut Pate Rodin memiliki putra yang juga bernama Pate Rodin, dan menantu bernama Pate Unus. Berita versi Portugis ini menyebut Pate Rodin Yunior lebih tua usianya dari pada Pate Unus. Dengan kata lain Sultan Trenggana disebut sebagai kakak ipar Pangeran Sabrang Lor.

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Raden_Patah

Read more ...»

Muhammad

On 0 komentar

Muhammad bin ‘Abdullāh (Arab: محمد بن عبد الله; Transliterasi: Muḥammad, adalah pembawa ajaran Islam, dan diyakini oleh umat Muslim sebagai nabi Allah (Rasul) yang terakhir. Menurut biografi tradisional Muslimnya (dalam bahasa Arab disebut sirah), ia lahir diperkirakan sekitar 20 April 570/ 571, di Mekkah ("Makkah") dan wafat pada 8 Juni 632 di Madinah. Kedua kota tersebut terletak di daerah Hejaz (Arab Saudi saat ini).

Michael H. Hart, dalam bukunya The 100, menetapkan Muhammad sebagai tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Menurut Hart, Muhammad adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal agama maupun hal duniawi. Dia memimpin bangsa yang awalnya terbelakang dan terpecah belah, menjadi bangsa maju yang bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi di medan pertempuran.


Etimologi
"Muhammad" dalam bahasa Arab berarti "dia yang terpuji". Muslim mempercayai bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad adalah penyempurnaan dari agama-agama yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. Selain itu di dalam Al-Qur'an, Surah As-Saff (QS 61:6) menyebut Muhammad dengan nama "Ahmad" (أحمد), yang dalam bahasa Arab juga berarti "terpuji".

Sebelum masa kenabian, Muhammad mendapatkan dua julukan dari para kaum Quraisy yaitu Al-Amin yang artinya "orang yang dapat dipercaya" dan As-Saadiq yang artinya "yang benar". Setelah masa kenabian para sahabatnya memanggilnya dengan gelar Rasul Allāh (رسول الله), kemudian menambahkan kalimat Shalallaahu 'Alayhi Wasallam (صلى الله عليه و سلم, yang berarti "semoga Allah memberi kebahagiaan dan keselamatan kepadanya"; sering disingkat "S.A.W" atau "SAW") setelah namanya.

Kemudian Muhammad mendapatkan julukan Abu al-Qasim yang berarti "bapak Qasim", karena Muhammad pernah memiliki anak lelaki yang bernama Qasim, tetapi ia meninggal dunia sebelum mencapai usia dewasa.


Genealogi
Silsilah Muhammad dari kedua orang tuanya kembali ke Kilab bin Murrah bin Ka'b bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr (Quraish) bin Malik bin an-Nadr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (Amir) bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma`ad bin Adnan. Adnan merupakan keturunan laki-laki ke tujuh dari Ismail bin Ibrahim, yaitu keturunan Sam bin Nuh. Muhammad lahir di hari Senin, 12 Rabi’ul Awal tahun 571 Masehi (lebih dikenal sebagai Tahun Gajah).


Riwayat

Kelahiran
Para penulis sirah (biografi) Muhammad pada umumnya sepakat bahwa ia lahir di Tahun Gajah, yaitu tahun 570 M. Muhammad lahir di kota Mekkah, di bagian Selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang ketika itu merupakan daerah paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Ayahnya, Abdullah, meninggal dalam perjalanan dagang di Yatsrib, ketika Muhammad masih dalam kandungan. Ia meninggalkan harta lima ekor unta, sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kemudian mengasuh Nabi.

Pada saat Muhammad berusia enam tahun, ibunya Aminah binti Wahab mengajaknya ke Yatsrib (Madinah) untuk mengunjungi keluarganya serta mengunjungi makam ayahnya. Namun dalam perjalanan pulang, ibunya jatuh sakit. Setelah beberapa hari, Aminah meninggal dunia di Abwa' yang terletak tidak jauh dari Yatsrib, dan dikuburkan di sana. Setelah ibunya meninggal, Muhammad dijaga oleh kakeknya, 'Abd al-Muththalib. Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika inilah ia diminta menggembala kambing-kambingnya disekitar Mekkah dan kerap menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke negeri Syam (Suriah, Libanon dan Palestina).

Hampir semua ahli hadits dan sejarawan sepakat bahwa Muhammad lahir di bulan Rabiulawal, kendati mereka berbeda pendapat tentang tanggalnya. Di kalangan Syi'ah, sesuai dengan arahan para Imam yang merupakan keturunan langsung Muhammad, menyatakan bahwa ia lahir pada hari Jumat, 17 Rabiulawal; sedangkan kalangan Sunni percaya bahwa ia lahir pada hari Senin, 12 Rabiulawal atau (2 Agustus 570M).

Berkenalan dengan Khadijah
Ketika Muhammad mencapai usia remaja dan berkembang menjadi seorang yang dewasa, ia mulai mempelajari ilmu bela diri dan memanah, begitupula dengan ilmu untuk menambah keterampilannya dalam berdagang. Perdagangan menjadi hal yang umum dilakukan dan dianggap sebagai salah satu pendapatan yang stabil. Muhammad menemani pamannya berdagang ke arah Utara dan secepatnya tentang kejujuran dan sifat dapat dipercaya Muhammad dalam membawa bisnis perdagangan telah meluas, membuatnya dipercaya sebagai agen penjual perantara barang dagangan penduduk Mekkah.

Seseorang yang telah mendengar tentang anak muda yang sangat dipercaya dengan adalah seorang janda yang bernama Khadijah. Ia adalah seseorang yang memiliki status tinggi di suku Arab dan Khadijah sering pula mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok daerah di tanah Arab. Reputasi Muhammad membuatnya terpesona sehingga membuat Khadijah memintanya untuk membawa serta barang-barang dagangannya dalam perdagangan. Muhammad dijanjikan olehnya akan dibayar dua kali lipat dan Khadijah sangat terkesan dengan sekembalinya Muhammad dengan keuntungan yang lebih dari biasanya.

Akhirnya, Muhammad pun jatuh cinta kepada Khadijah kemudian mereka menikah. Pada saat itu Muhammad berusia 25 tahun sedangkan Khadijah mendekati umur 40 tahun, tetapi ia masih memiliki kecantikan yang menawan. Perbedaan umur yang sangat jauh dan status janda yang dimiliki oleh Khadijah, tidak menjadi halangan bagi mereka, karena pada saat itu suku Quraisy memiliki adat dan budaya yang lebih menekankan perkawinan dengan gadis ketimbang janda. Walaupun harta kekayaan mereka semakin bertambah, Muhammad tetap sebagai orang yang memiliki gaya hidup sederhana, ia lebih memilih untuk mendistribusikan keuangannya kepada hal-hal yang lebih penting.

Memperoleh gelar
Ketika Muhammad berumur 35 tahun, ia bersatu dengan orang-orang Quraisy dalam perbaikan Ka'bah. Ia pula yang memberi keputusan di antara mereka tentang peletakan Hajar al-Aswad di tempatnya. Saat itu ia sangat masyhur di antara kaumnya dengan sifat-sifatnya yang terpuji. Kaumnya sangat mencintainya, hingga akhirnya ia memperoleh gelar Al-Amin yang artinya "orang yang dapat dipercaya".

Diriwayatkan pula bahwa Muhammad percaya sepenuhnya dengan ke-Esaan Tuhan. Ia hidup dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat angkuh dan sombong. Ia menyayangi orang-orang miskin, para janda dan anak-anak yatim serta berbagi penderitaan dengan berusaha menolong mereka. Ia juga menghindari semua kejahatan yang biasa di kalangan bangsa Arab pada masa itu seperti berjudi, meminum minuman keras, berkelakuan kasar dan lain-lain, sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq yang memiliki arti "yang benar".

Kerasulan
Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan dan pertempuran dan menjelang usianya yang ke-40, ia sering menyendiri ke Gua Hira' sebuah gua bukit sekitar 6 km sebelah timur kota Mekkah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur. Ia bisa berhari-hari bertafakur dan beribadah disana dan sikapnya itu dianggap sangat bertentangan dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut dan di sinilah ia sering berpikir dengan mendalam, memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.

Pada suatu malam sekitar tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611, ketika Muhammad sedang bertafakur di Gua Hira', Malaikat Jibril mendatanginya. Jibril membangkitkannya dan menyampaikan wahyu Allah di telinganya. Ia diminta membaca. Ia menjawab, "Saya tidak bisa membaca". Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Akhirnya, Jibril berkata:
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(Al-Alaq 96: 1-5)”

Ini merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Muhammad. Ketika itu ia berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah (penanggalan berdasarkan matahari). Setelah pengalaman luar biasa di Gua Hira tersebut, dengan rasa ketakutan dan cemas Muhammad pulang ke rumah dan berseru pada Khadijah untuk menyelimutinya, karena ia merasakan suhu tubuhnya panas dan dingin secara bergantian. Setelah hal itu lewat, ia menceritakan pengalamannya kepada sang istri.

Untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara sepupunya, yaitu Waraqah bin Naufal, yang banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun berkata, bahwa ia telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah menyebutkan bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadanya, kaumnya akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan memusuhi dan melawannya.

Wahyu turun kepadanya secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Wahyu tersebut telah diturunkan menurut urutan yang diberikan Muhammad, dan dikumpulkan dalam kitab bernama Al Mushaf yang juga dinamakan Al- Qurʾān (bacaan). Kebanyakan ayat-ayatnya mempunyai arti yang jelas, sedangkan sebagiannya diterjemahkan dan dihubungkan dengan ayat-ayat yang lain. Sebagian ayat-ayat adapula yang diterjemahkan oleh Muhammad sendiri melalui percakapan, tindakan dan persetujuannya, yang terkenal dengan nama As-Sunnah. Al-Quran dan As-Sunnah digabungkan bersama merupakan panduan dan cara hidup bagi "mereka yang menyerahkan diri kepada Allah", yaitu penganut agama Islam.

Mendapatkan pengikut
Selama tiga tahun pertama, Muhammad hanya menyebarkan agama terbatas kepada teman-teman dekat dan kerabatnya. Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini ajaran Muhammad adalah para anggota keluarganya serta golongan masyarakat awam, antara lain Khadijah, Ali, Zaid bin Haritsah dan Bilal. Namun pada awal tahun 613, Muhammad mengumumkan secara terbuka agama Islam. Banyak tokoh-tokoh bangsa Arab seperti Abu Bakar, Utsman bin Affan, Zubair bin Al Awwam, Abdul Rahman bin Auf, Ubaidah bin Harits, Amr bin Nufail masuk Islam dan bergabung membela Muhammad. Kesemua pemeluk Islam pertama itu disebut dengan As-Sabiqun al-Awwalun.

Akibat halangan dari masyarakat jahiliyyah di Mekkah, sebagian orang Islam disiksa, dianiaya, disingkirkan dan diasingkan. Penyiksaan yang dialami hampir seluruh pengikutnya membuat lahirnya ide berhijrah (pindah) ke Habsyah. Negus, raja Habsyah, memperbolehkan orang-orang Islam berhijrah ke negaranya dan melindungi mereka dari tekanan penguasa di Mekkah. Muhammad sendiri, pada tahun 622 hijrah ke Madinah, kota yang berjarak sekitar 200 mil (320 km) di sebelah Utara Mekkah.

Hijrah ke Madinah
Di Mekkah terdapat Ka'bah yang telah dibangun oleh Nabi Ibrahim. Masyarakat jahiliyah Arab dari berbagai suku berziarah ke Ka'bah dalam suatu kegiatan tahunan, dan mereka menjalankan berbagai tradisi keagamaan mereka dalam kunjungan tersebut. Muhammad mengambil peluang ini untuk menyebarkan Islam. Di antara mereka yang tertarik dengan seruannya ialah sekumpulan orang dari Yathrib (dikemudian hari berganti nama menjadi Madinah). Mereka menemui Muhammad dan beberapa orang Islam dari Mekkah di suatu tempat bernama Aqabah secara sembunyi-sembunyi. Setelah menganut Islam, mereka lalu bersumpah untuk melindungi Islam, Rasulullah (Muhammad) dan orang-orang Islam Mekkah.

Tahun berikutnya, sekumpulan masyarakat Islam dari Yathrib datang lagi ke Mekkah. Mereka menemui Muhammad di tempat mereka bertemu sebelumnya. Abbas bin Abdul Muthalib, yaitu pamannya yang saat itu belum menganut Islam, turut hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka mengundang orang-orang Islam Mekkah untuk berhijrah ke Yathrib. Muhammad akhirnya setuju untuk berhijrah ke kota itu.

Mengetahui bahwa banyak masyarakat Islam berniat meninggalkan Mekkah, masyarakat jahiliyah Mekkah berusaha menghalang-halanginya, karena beranggapan bahwa bila dibiarkan berhijrah ke Yathrib, orang-orang Islam akan mendapat peluang untuk mengembangkan agama mereka ke daerah-daerah yang lain. Setelah berlangsung selama kurang lebih dua bulan, masyarakat Islam dari Mekkah pada akhirnya berhasil sampai dengan selamat ke Yathrib, yang kemudian dikenal sebagai Madinah atau "Madinatun Nabi" (kota Nabi).

Di Madinah, pemerintahan (kalifah) Islam diwujudkan di bawah pimpinan Muhammad. Umat Islam bebas beribadah (salat) dan bermasyarakat di Madinah. Quraish Makkah yang mengetahui hal ini kemudian melancarkan beberapa serangan ke Madinah, akan tetapi semuanya dapat diatasi oleh umat Islam. Satu perjanjian damai kemudian dibuat dengan pihak Quraish. Walaupun demikian, perjanjian itu kemudian diingkari oleh pihak Quraish dengan cara menyerang sekutu umat Islam.

Mengetahui bahwa banyak masyarakat Islam berniat meninggalkan Mekkah, masyarakat jahiliyah Mekkah berusaha menghalang-halanginya, karena beranggapan bahwa bila dibiarkan berhijrah ke Yathrib, orang-orang Islam akan mendapat peluang untuk mengembangkan agama mereka ke daerah-daerah yang lain. Setelah berlangsung selama kurang lebih dua bulan, masyarakat Islam dari Mekkah pada akhirnya berhasil sampai dengan selamat ke Yathrib, yang kemudian dikenal sebagai Madinah atau "Madinatun Nabi" (kota Nabi).

Di Madinah, pemerintahan (kalifah) Islam diwujudkan di bawah pimpinan Muhammad. Umat Islam bebas beribadah (salat) dan bermasyarakat di Madinah. Quraish Makkah yang mengetahui hal ini kemudian melancarkan beberapa serangan ke Madinah, akan tetapi semuanya dapat diatasi oleh umat Islam. Satu perjanjian damai kemudian dibuat dengan pihak Quraish. Walaupun demikian, perjanjian itu kemudian diingkari oleh pihak Quraish dengan cara menyerang sekutu umat Islam.

Penaklukan Mekkah
Pada tahun ke-8 setelah berhijrah ke Madinah, Muhammad berangkat kembali ke Makkah dengan pasukan Islam sebanyak 10.000 orang. Penduduk Makkah yang khawatir kemudian setuju untuk menyerahkan kota Makkah tanpa perlawanan, dengan syarat Muhammad kembali pada tahun berikutnya. Muhammad menyetujuinya, dan ketika pada tahun berikutnya ia kembali maka ia menaklukkan Mekkah secara damai. Muhammad memimpin umat Islam menunaikan ibadah haji, memusnahkan semua berhala yang ada di sekeliling Ka'bah, dan kemudian memberikan amnesti umum dan menegakkan peraturan agama Islam di kota Mekkah.

Mukjizat
Seperti nabi dan rasul sebelumnya, Muhammad diberikan irhasat (pertanda) akan datangnya seorang nabi, seperti yang diyakini oleh umat Muslim telah dikisahkan dalam beberapan kitab suci ajaran samawi, kemudian dikisahkan pula terjadi pertanda pada masa didalam kandungan, masa kecil dan remaja. Kemudian Muhammad diyakini diberikan mukjizat selama kenabiannya.

Dalam syariat Islam, mukjizat terbesar Muhammad adalah Al-Qur'an, karena pada masa itu bangsa Arab memiliki kebudayaan sastra yang cukup tinggi dan Muhammad sendiri adalah orang yang buta huruf, yang diyakini oleh umat muslim mustahil dikarang olehnya. Selain itu, Muhammad juga diyakini pula oleh umat Islam pernah membelah bulan pada masa penyebaran Islam di Mekkah dan melakukan Isra dan Mi'raj dalam waktu tidak sampai satu hari. Kemampuan lain yang dimiliki Muhammad adalah kecerdasannya mengenai ilmu ketauhidan.

Fisik dan ciri-ciri Muhammad
Berikut adalah penggambaran sosok Muhammad dari salah satu istinya yaitu Aisyah, sepupunya Ali bin Abi Thalib, para sahabatnya, serta orang terakhir yang masih hidup yang kala itu sempat melihat sosoknya secara langsung, yaitu Abu Taufik.

Aisyah dan Ali bin Abi Thalib telah merincikan ciri-ciri fisik dan penampilan keseharian Muhammad, diantaranya adalah rambut ikal berwarna sedikit kemerahan,[12] terurai hingga bahu. Kulitnya putih kemerah-merahan, wajahnya cenderung bulat dengan sepasang matanya hitam dan bulu mata yang panjang. Tidak berkumis dan berjanggut sepanjang sekepalan telapak tangannya.

Tulang kepala besar dan bahunya lebar. Tubuhnya tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek, berpostur kekar sangat indah dan pas dikalangan kaumnya. Bulu badannya halus memanjang dari pusar hingga dada. Jemari tangan dan kaki tebal dan lentik memanjang.

Apabila berjalan cenderung cepat dan tidak pernah menancapkan kedua telapak kakinya, beliau melangkah dengan cepat dan pasti. Apabila menoleh, ia menolehkan wajah dan badannya secara bersamaan. Di antara kedua bahunya terdapat tanda kenabian dan memang ia adalah penutup para nabi. Ia adalah orang yang paling dermawan, paling berlapang dada, paling jujur ucapannya, paling bertanggung jawab dan paling baik pergaulannya. Siapa saja yang bergaul dengannya pasti akan menyukainya.

Setiap orang yang bertemu Muhammad pasti akan berkata, "Aku tidak pernah melihat orang yang sepertinya, baik sebelum maupun sesudahnya." Begitulah Muhammad di mata khalayak, akhlaknya yang sangat mulia digambarkan dalam salah satu ayat Al-Qur’an,
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (Al-Qalam: 4)

Dalam hadits riwayat Bukhari, Muhammad digambarkan sebagai orang yang berkulit putih dan berjenggot hitam dengan uban.

Dalam satu hadits diterangkan mengenai corak fisik Muhammad, yaitu ia bertubuh sedang, kulitnya berwarna cerah tidak terlalu putih dan tidak pula hitam. Rambutnya berombak. Ketika Muhammad wafat uban yang tumbuh di rambut dan janggutnya masih sedikit.

Anas juga mengatakan bahwa Muhammad memiliki tinggi sedang, tidak tinggi sekali ataupun pendek, tegap. Bila ia berjalan sangat gesit dengan tubuh condong sedikit kedepan.

Bara’a bin Aazib mengatakan bahwa Muhammad memiliki tinggi yang sedang, dengan tulang pundak bidang. Rambutnya cukup tebal, panjang sampai batas telinga.

Ali bin Abi Thalib meriwayatkan bahwa Muhammad tidaklah tinggi dan juga pendek. Telapak tangan dan kaki beliau padat berisi. Ia memiliki kepala yang agak besar dan kuat. Bulu-bulu halus tumbuh di dadanya dan terus kebawah sampai pusar. Jika berjalan, melangkahnya seolah-olah seperti turun (meloncat) dari suatu ketinggian. Ditambahkan pula bahwa Ali belum pernah melihat orang sepertinya diantara sahabatnya sesudah wwafatnya Muhammad.

Ali menambahkan bahwa Muhammad memiliki rambut lurus sedikit berombak. Tidak gemuk dan tidak terlalu besar, berperawak baik dan tegak. Warna kulit cerah, matanya hitam dengan bulu mata yang panjang. Persendian tulang yang kuat dada, tangan dan kakinya kekar. Tidak memiliki bulu yang tebal tetapi hanya tipis dari dada sampai pusarnya. Jika berbicara dengan seseorang, maka ia akan menghadapkan wajahnya keorang tersebut dengan penuh perhatian. Diantara bahunya ada tanda kenabian. Muhammad orang yan baik hatinya dan paling jujur, orang yang paling dirindukan dan sebaik-baiknya keturunan. Siapa saja yang mendekati dan bergaul dengannya maka akan langsung merasa terhormat, khidmat, menghargai dan mencintainya.

Hind bin Abi Halah mendapat cerita dari Hasan bin Ali mengatakan bahwa Muhammad memiliki pribadi mulia dan sangat agung jika orang melihatnya. Wajahnya bercahaya seperti bulan purnama. Ia sedikit lebih tinggi dari rata-rata orang tapi lebih pendek dari orang yang jangkung. Kepalanya lebih besar dari rata-rata orang dan rambutnya agak keriting (berombak) agak panjang hingga mencapai kuping dan dibelah tengah. Kulit berwarna cerah dahinya agak lebar. Alis matanya melengkung hitam dan tebal, diantara alisnya nampak urat darah halus yang berdenyut bila sedang emosi.

Hidungnya agak melengkung dan mengkilap jika terkena cahaya serta tampak agak menonjol jika pertama kali melihatnya padahal sebenarnya tidak. Berjanggut tipit tapi penuh rata sampai pipi. Mulutnya sedang, giginya putih cemerlang dan agak renggang. Pundaknya bagus dan kokoh, seperti dicor perak. Anggota tubuh lainnya normal dan proporsional. Dada dan pinggangnya seimbang dengan ukurannya. Tulang belikatnya cukup lebar, bagian-bagian tubuhnya tidak tertutup bulu lebat, bersih dan bercahaya. Kecuali bulu halus yang tumbuh dari dada hingga pusar.

Lengan dan dada bagian atas berbulu. Pergelangan tangannya cukup panjang, telapak tangannya agak lebar serta tangan dan kakinya berisi, jari-jari tangan dan kaki cukup langsing. Jika berjalan agak condong kedepan melangkah dengan anggun serta berjalan dengan cepat dan sering melihat kebawah dari pada keatas. Jika berhadapan dengan orang maka ia memandang orang itu dengan penuh perhatian dan tidak pernah melototi seseorang dan pandangannya menyejukkan. Selalu berjalan agak dibelakang, terutama jika saat melakukan perjalanan jarak jauh dan ia selalu menyapa orang lain terlebih dahulu.

Dari kisah Jabir bin Samurah meriwayatkan bahwa Muhammad memiliki mulut yang agak lebar, di matanya terlihat juga garis-garis merahnya, serta tumitnya langsing. Jabir (ra) juga meriwayatkan bahwa ia berkesempatan melihat Muhammad di bawah sinar rembulan, ia juga memperhatikan pula rembulan tersebut, baginya Muhammad lebih indah dari rembulan tersebut.

Abu Ishaq mengemukakan bahwa, Bara’a bin Aazib pernah berkata, bahwa rona Muhammad lebih mirip purnama yang cerah.

Abu Hurairah mengatakan bahwa Muhammad sangatlah rupawan, seperti dibentuk dari perak. Rambutnya cenderung berombak dan Abu Hurairah belum pernah melihat orang yang lebih baik dari dan lebih tampan dari Muhammad, rona mukanya secemerlang matahari dan tidak pernah melihat orang yang secepatnya. Seolah-olah tanah digulung oleh langkah-langkah Muhammad jika sedang berjalan. Dikatakan jika Abu Hurairah dan yang lainnya berusaha mengimbangi jalannya Muhammad dan nampak ia seperti berjalan santai saja.

Jabir bin Abdullah mengatakan, Muhammad pernah bersabda bahwa ia pernah menyaksikan gambaran tentang para nabi. Diantaranya adalah Musa berperawakan langsing seperti orang-orang dari Suku Shannah, dan melihat Isa yang mirip salah seorang sahabatnya yang bernama Urwah bin Mas’ud dan ketika melihat Ibrahim dikatakan sangat mirip dengan dirinya sendiri (Muhammad), kemudian Muhammad juga mengatakan bahwa ia pernah melihat Malaikat Jibril yang mirip dengan Dehya Kalbi.

Said al Jahiri mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Taufik berkata bahwa pada saat ini tidak ada lagi yang masih hidup orang yang pernah melihat secara langsung Muhammad kecuali dirinya sendiri dan Muhammad memiliki roman muka sangat cerah dan perawakanna sangat baik.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa gigi depan Muhammad agak renggang tidak terlalu rapat dan jika bericara nampak putih berkilau.

Pernikahan
Selama hidupnya Muhammad menikahi 11 atau 13 orang wanita (terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini). Pada umur 25 Tahun ia menikah dengan Khadijah, yang berlangsung selama 25 tahun hingga Khadijah wafat. Pernikahan ini digambarkan sangat bahagia,[29][30] sehingga saat meninggalnya Khadijah (yang bersamaan dengan tahun meninggalnya Abu Thalib pamannya) disebut sebagai tahun kesedihan.

Sepeninggal Khadijah, Muhammad disarankan oleh Khawla binti Hakim, bahwa sebaiknya ia menikahi Sawda binti Zama (seorang janda) atau Aisyah (putri Abu Bakar, dimana Muhammad akhirnya menikahi keduanya. Kemudian setelah itu Muhammad tercatat menikahi beberapa wanita lagi sehingga mencapai total sebelas orang, dimana sembilan diantaranya masih hidup sepeninggal Muhammad.

Para ahli sejarah antara lain Watt dan Esposito berpendapat bahwa sebagian besar perkawinan itu dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik (sesuai dengan budaya Arab), atau memberikan penghidupan bagi para janda (saat itu janda lebih susah untuk menikah karena budaya yang menekankan perkawinan dengan perawan).

Perbedaan dengan nabi dan rasul terdahulu
Dalam mengemban misi dakwahnya, umat Islam percaya bahwa Muhammad diutus Allah untuk menjadi Nabi bagi seluruh umat manusia (QS. 34 : 28), sedangkan nabi dan rasul sebelumnya hanya diutus untuk umatnya masing-masing (QS 10:47, 23:44) seperti halnya Nabi Musa yang diutus Allah kepada kaum Bani Israil.

Sedangkan persamaannya dengan nabi dan rasul sebelumnya ialah sama-sama mengajarkan Tauhid, yaitu kesaksian bahwa Tuhan yang berhak disembah atau diibadahi itu hanyalah Allah (QS 21:25).

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad
Read more ...»

Buku Tamu

Most Popular Article